Warga masyarakat Risaturi, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat mempertanyakan alasan rencana pindahnya pembangunan pabrik pupuk di kawasan Onar, tanah adat Sumuri di wilayah Babo Raya Kabupaten Teluk Bintuni, ke Fior, Distrik Arguni, Kabupaten Fakfak.
“Kami tegaskan, Bahlil Lahadalia sebagai seorang menteri (Menteri Investasi dan Kepala BKPM) mesti lebih jeli menggiring investasi di Tanah Papua yang tidak berpotensi menciptakan konflik di masyarakat adat,” ujar pemuda Risaturi, Fauzan Fimbay, baru-baru ini.
Dia bertanya apakah wilayah Babo raya merupakan daerah konflik sehingga pabrik pupuk yang, menurutnya, mengelola limbah BP Tangguh dan Genting Oil harus dipindah ke Kabupaten Fakfak?
Dia menegaskan selama ini Teluk Bintuni, khususnya wilayah Babo Raya mampu menjaga suasana yang kondusif, dan welcome terhadap semua investasi yang masuk. Ini terbukti dengan sudah beroperasinya BP Tangguh selama lebih dari 20 tahun.
Ini dikarenakan pendekatan pengamanan yang digunakan bukan berbasis militer melainkan kemasyarakatan.
Dia menegaskan Kawasan Industri Teluk Bintuni merupakan salah satu aset yang jadi daya tarik masuknya investasi ke Indonesia, khususnya di sektor industri manufaktur.
Kawasan industri petrokimia di Teluk Bintuni merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN), yang merupakan wujud nyata keseriusan pemerintah untuk mengembangkan ekonomi inklusif hingga ke kawasan timur Indonesia, khususnya Papua Barat.
Proyek kawasan industri dan pabrik metanol di Teluk Bintuni ini diproyeksi bisa menyerap investasi hingga Rp13 triliun, yang bakal melibatkan 1000 tenaga kerja pada tahap konstruksi dan 500 pekerja di tahap operasi.(an/dixie)