Stigma masyarakat terkait Covid-19 masih menjadi persoalan yang harus segera diredam di tengah masyarakat.
Ini salah satu hal yang mencuat dalam diskusi Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan (HAKLI) Papua Barat dan Unicef, Rabu (13/10/2020).
Juru Bicara Covid-19 Papua Barat, dr. Arnold Tiniap mengatakan, stigma Covid-19 ini sama dengan saat kasus HIV/AIDS. Perlahan-lahan, stigma ini memudar dan masyarakat tidak lagi mengucilkan penderitanya.
Di era ini, media memiliki peran penting mengedukasi masyarakat untuk menghilangkan stigma Covid-19 pada pengidapnya, apalagi Covid-19 bukanlah penyakit lantaran tindakan aib seseorang.
“Di awal kemunculan HIV, stigma masyarakat sangat tinggi. Ini yang terjadi pada Covid-19 saat ini. Kita harus sama-sama menghilangkan stigma itu,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Hakli Papua Barat, Edi Sunandar menyebut stigma itu lahir dari sebuah ketidaktahuan atau minimnya pemahaman masyarakat tentang Covid-19.
“Itu sebabnya teman-teman medialah yang punya peran penting dalam memberikan pemahaman itu melalui tulisan berita teman-teman,” ujarnya.
Menurutnya, ada kesan dikucilkan oleh lingkungan sekitar ketika seseorang dinyatakan positif Covid-19. Bahkan, saat rapid test positif pun stigma itu sudah muncul. Padahal, rapid test dipakai sebagai langkah screening tim Covid-19 untuk melakukan langkah-langkah lanjutan, karena rapid test bukanlah diagnosis yang dipakai untuk menentukan seseorang positif atau negatif Covid-19.
“Jika kita paham apa sebenarnya virus corona penyebab Covid-19 ini, kita akan tahu bahwa panik itu tidak perlu, karena mencegahnya cukup jaga diri dengan pakai masker, jaga jarak cukup 1 meter, dan selalu mencuci tangan pakai sabun,” ungkapnya.(njo)