RUU HKPD: Upaya Pemerataan Kesejahteraan Masyarakat di Seluruh Pelosok Negeri

Oleh:
Agung Mulyono
Kepala Bidang PAPK
Kanwil DJPb Papua Barat

Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan kewenangan Pemerintah provinsi, kabupaten dan kota untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi untuk menjalankan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang bukan menjadi tanggung jawab pemerintahan daerah.

Pelaksanaan urusan pemerintahan secara nasional pada akhirnya akan menimbulkan adanya hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Oleh sebab itu, hubungan antar level pemerintahan dalam menjalankan urusan dan kewenangannya perlu diatur secara adil dan selaras melalui prakarsa penyusunan Rancangan Undang Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (RUU HKPD) oleh Pemerintah.

Beberapa kondisi saat ini melatar belakangi prakarsa RUU HKPD terdiri atas beberapa hal.

Pertama, perlunya optimalisasi pelaksanaan Transfer Dana ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sehingga penggunaan dana dan outputnya akan semakin baik dan efektif.

Saat ini penerimaan pajak dan PNBP yang kembali ke daerah melalui TKDD sebesar 45,6% dengan kecenderungan tren yang meningkat sejak tahun 2001. Namun demikian, beberapa permasalahan seperti outcome pembangunan daerah belum sesuai dengan yang diharapkan, pola belanja Pemda yang kurang fokus dan efektif, cenderung lebih banyak ke belanja aparatur sehingga memangkas belanja untuk kepentingan publik, serta penyerapan APBD yang cenderung lambat sehingga berdampak pada pengendapan dana di perbankan, masih perlu mendapat perhatian khusus.

Kedua, rasio perpajakan daerah (local tax ratio) masih cenderung rendah sehingga membutuhkan penguatan, namun tentunya tetap harus memperhatikan ekosistem pertumbuhan dunia usaha yang kondusif di daerah.

Simplifikasi jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) juga perlu dilakukan agar pemungutan PDRD lebih efisien dan rasional.

Ketiga, pemerataan pendanaan untuk pembangunan di daerah yang semakin membaik melalui mekanisme TKDD belum diimbangi dengan pemerataan layanan antar daerah.

Ketimpangan terlihat pada capaian layanan di beberapa daerah yang menunjukan kinerja tinggi, sementara di sisi lain masih banyak daerah yang tingkat layanannya masih memprihatinkan.

Draft RUU HKPD yang saat ini sudah diselesaikan Pemerintah terdiri atas 187 pasal yang terbagi dalam 12 bab. Pasal-pasal dalam RUU HKPD diyakini akan membawa perubahan positif dalam peningkatan kualitas hubungan keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melalui dua tema besar yaitu pengaturan Transfer ke Daerah (TKD) dan penguatan pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah.

Pengaturan baru alokasi TKD bertujuan untuk mengurangi ketimpangan dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam belanja daerah melalui mekanisme transfer yang berbasis kinerja.

Dana Alokasi Umum (DAU) difokuskan pada tingkat kebutuhan penyediaan layanan dasar publik dan target pembangunan.

DAU yang selama ini merupakan alokasi terbesar dalam TKD dan penggunaannya menjadi diskresi daerah (block grant), perlu moderasi penggunaan agar masyarakat dapat menerima layanan dasar publik yang lebih baik.

Pemda yang kinerja layanannya tinggi akan tetap mendapatkan diskresi penuh dalam penggunaan DAU, sementara bagi yang kinerjanya masih kurang baik, maka sebagian DAU akan diarahkan penggunaannya oleh Pemerintah Pusat untuk menjamin perbaikan tingkat layanan dasar publik.

Demikian pula nuansa pengaturan pada jenis TKD lain seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH), serta termasuk Dana Otsus, Dana Keistimewaan, dan Dana Desa. Semuanya akan memasukkan variabel capaian kinerja baik dalam perhitungan alokasi maupun penggunaannya.

Kemudian penguatan pengelolaan keuangan Pemda akan fokus kepada antara lain, penguatan efisiensi dan disiplin belanja Daerah, simplifikasi dan sinkronisasi program daerah yang selaras dengan program nasional, standarisasi belanja daerah berdasarkan standar unit cost belanja, pengarahan penggunaan SiLPA sesuai kinerja layanan publik daerah, pemenuhan mandatory spending sesuai ketentuan peraturan perundangan, dan pengawasan APBD oleh aparat pengawas internal serta pengembangan kapasitas SDM Keuangan di daerah.

Penguatan pengelolaan keuangan Pemda juga mencakup penguatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). RUU HKPD mengusulkan perubahan pengaturan yang dapat memberikan konsolidasi struktur PDRD yang lebih optimal dan rasional.

Selain itu, penguatan juga diusulkan melalui perluasan basis PDRD dengan tetap memperhatikan iklim investasi dan aktivitas perekonomian daerah, serta penyempurnaan pengaturan umum pemungutan PDRD dan pengawasannya.

RUU HKPD dimaksudkan untuk meningkatkan perbaikan dan pemerataan layanan publik di seluruh pelosok NKRI melalui penyempurnaan alokasi sumber daya nasional secara efektif, efisien, transparan, akuntabel dan berkeadilan.

Masukan serta peran aktif Pemda dan masyarakat dalam pembahasan RUU HKPD dengan DPR yang saat ini sedang berlangsung memiliki tingkat urgensi yang sangat tinggi, agar setelah disahkan dapat segera diimplementasikan tanpa ada kendala dan dampaknya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.(*)

Previous articleMesranya Gubernur Papua Barat dan First Lady di HUT 56
Next articleRealisasi Penyaluran DAK Fisik yang Masih Rendah Belum Dapat Mendukung Pemulihan Ekonomi Papua Barat