Dinas Ketahanan Pangan Papua Barat Berdayakan Ekonomi OAP Melalui RIKAP

Usai dilantik tangal 7 Januari 2021, pada Minggu pertama masa jabatan sebagai Kepala Dinas Ketahanan Pengan Provinsi Papua Barat, Lazarus Ullo SP MSi merapatkan barisan untuk menciptakan inovasi dalam kepemimpinannya.

Keterangan pers yang diterima papuakini menyebutkan, salah satu program yang digagas oleh Lazarus Ullo adalah RIKAP (Rumah Inovasi Keamanan Pangan) Papua Barat untuk pembangunan kesejahteraan di Papua Barat dengan prioritas Orang Asli Papua (OAP).

Hal Tersebut sejalan dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua – Papua Barat yang merupakan perwujudan pengakuan negara atas kekhususan Papua.

Dalam rangka mendukung pemantapan Ketahanan Pangan yang merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Salah satu metode untuk mengukur tingkat ketahanan pangan adalah dengan Indeks Ketahanan Pangan (IKP). Indeks Ketahanan Pangan (IKP) ditujukan untuk mengukur ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan, dengan menggunakan 9 indikator.

Berdasarkan Laporan Kinerja Dinas Ketahanan Pangan Tahun 2020, IKP Provinsi Papua Barat adalah 36,89, yang menunjukkan bahwa Provinsi Papua Barat belum memiliki status ketahanan pangan yang mantap.

Provinsi Provinsi Papua Barat yang wilayahnya pada saat ini meliputi 13 Kab/Kota yakni Kabupaten Manokwari, Pegunungan Arfak, Manokwari Selatan, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Fakfak, Kaimana, Sorong, Raja Ampat, Sorong Selatan, Kabupaten Tambraw, Maybrat dan Kota Sorong, membutuhkan perhatian dalam hal ketahanan pangan.

Hal ini sejalan dengan adanya trend perubahan konsumsi bahan pangan lokal, yakni adanya kecenderungan OAP mulai meninggalkan pangan lokal seperti sagu, umbi-umbian, sukun dan pisang beralih ke beras.

Konsumsi beras yang semakin meningkat di Papua Barat sangat bergantung pada pasokan dari luar, meski di Sorong, Manokwari dan Manokwari Selatan mulai produksi beras untuk memenuhi konsumsi lokal.

Selain itu, pada saat ini belum banyak didapati produk olahan pangan lokal baik di pasar tradisional maupun pasar modern yang diproduksi dalam jumlah yang besar, padahal luas lahan di Papua Barat sangatlah mendukung. Hal ini dikarenakan hasil produksi belum dikemas secara menarik sehingga produk pangan lokal maupun olahan tidak kompetitif di pasaran.

Sejauh ini kemasan selalu menjadi permasalahan bagi para pelaku usaha karena meskipun dari sisi rasa sudah cukup enak tetapi karena kemasan tidak menarik maka banyak produk yang tidak laku terjual.

Sejalan dengan itu perlu didirikan suatu Rumah Inovasi Keamanan Pangan sebagai pusat inovasi pengolahan pangan lokal, dan juga tempat untuk memperbaiki kemasan produk pangan lokal tersebut.

Rumah Inovasi Keamanan Pangan merupakan tempat yang didesain untuk pengemasan dan pengolahan pangan khususnya pangan lokal hingga siap kemas/packing dan diedarkan. Rumah inovasi ini akan dilengkapi dengan berbagai unit mesin pengemasan dan pengolahan higienis dan tentunya sesuai dengan standar Keamanan Pangan berdasarkan Permentan 53 Tahun 2018.

Berdasar kajian lapangan yang telah dilakukan oleh Kepala UPT Balai Pengawasan Mutu Dan Keamanan Pangan Provinsi Papua Barat, sesuai tugas pokok Dinas Ketahanan Pangan yakni membantu Gubernur melaksanakan urusan pemerintahan Bidang Pangan yang menjadi kewenangan Daerah, mengajukan 5 kabupaten yang menjadi prioritas program RIKAP pada tahun 2022-2024, yakni Kabupaten Manokwari, Pegunungan Arfak, Teluk
Bintuni, Teluk Wondama, Kaimana, dan Raja Ampat.

Lebih lanjut Kepala Balai Pengawasan Mutu Dan Keamanan Pangan menegaskan bahwa RIKAP merupakan langkah nyata pemerintah dalam pemberdayaan ekonomi Orang Asli Papua (OAP) agar kesejahteraan masyarakakat OAP meningkat dengan mengelola sumberdaya alam di Papua Barat berbasis kearifan lokal.

Dalam rangka mapping potensi RIKAP di Papua Barat, Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Papua Barat, melalui UPT Balai Pengawasan Mutu Dan Keamanan Pangan Provinsi Papua Barat, bersinergi dengan Yayasan Inkubator Inovasi Bisnis dan Teknologi (INNOBITZ) dan akademisi dari Universitas Negri Semarang, Dr Eka Yuli Astuti.

Adapun komoditas Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) yang akan didiversifikasikan antara lain adalah buah nanas dan markisa di Kabupaten Pegunungan Arfak, buah pepaya merah delima di Distrik Sidey Kabupaten Manokwari, eagu di Kabupaten Teluk Bintuni dan Teluk Wondama, buah naga di Kabupaten Raja Ampat, dan buah salak di Kabupaten Kaimana.

Sedangkan bahan pangan segar asal tumbuhan lainya seperti buah pisang, sukun, ubi, keladi, akan menjadi tambahan komoditas yang akan didiversifikasikan.(*)

Previous articleNasDem Papua Barat Berbagi Kasih di Manokwari dan Tambrauw
Next articleBappeda se Papua Barat Boboti RIPPP 20 Tahun, Kejar Realisasi di Pusat