Layanan Perbendaharaan KPPN di Era New Normal

Tri Widiyono
Kanwil Ditjen Perbendaharaan
Provinsi Papua Barat

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) adalah kantor vertikal Ditjen Perbendaharaan yang sebelum masa pandemi Covid-19 melakukan layanan perbendaharaan secara tatap muka.

Menurut Kotler (2003:464), pelayanan (service) adalah suatu tindakan atau kinerja yang bisa diberikan pada orang lain.

Pelayanan diklasifikasi menjadi dua yaitu high contact service yaitu sebuah pelayanan jasa dimana kontak antara konsumen dan juga penyedia jasa sangatlah tinggi. Sedangkan klasifikasi yang kedua adalah low contact service yaitu pelayanan jasa di mana kontak antara konsumen dan penyedia jasa tidak terlalu tinggi. Physical contact hanya terjadi di front desk sehingga masuk dalam klasifikasi low contact service.

Wabah pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak awal Maret 2020 memberi dampak langsung dalam sistem pelayanan kepada masyarakat. Pembatasan terhadap aktivitas masyarakat untuk mengurangi penyebaran virus berpengaruh pada aktivitas sehari-hari, baik bagi para pelaku bisnis maupun perkantoran dalam menerapkan sistem layanan. Penerapan protokol kesehatan menjadi bagian dari standar yang wajib dipatuhi pada saat pemberian layanan baik secara internal maupun eksternal.

KPPN sejak terjadinya pandemi Covid-19 telah mengubah pola layanan dari yang sebelumnya dengan tatap muka menjadi layanan tanpa tatap muka. Kebiasaan baru ini sudah berjalan dan menjadi bagian dari sistem pelayanan yang baru dengan berbagai kelebihan maupun kekurangannya. Pola kerja maupun sistem kerja baru diatur baik melalui Surat Edaran (SE) maupun petunjuk teknis yang harus dilaksanakan selama masa pandemi.

Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah apakah layanan tanpa tatap muka ini akan terus dilanjutkan meskipun wabah pandemi Covid-19 telah berakhir atau akan ditiadakan? Lalu apa dampaknya terhadap satker maupun KPPN itu sendiri?

Berita Liputan6.com tanggal 15 Agustus 2019, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mengeluarkan wacana bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN), atau sering juga disebut Pegawai Negeri Sipil (PNS), bisa bekerja di rumah.
Menteri PANRB Syafruddin menyatakan, wacana PNS bisa bekerja di rumah muncul setelah melihat perkembangan teknologi. Dengan memanfaatkan teknologi, orang bisa bekerja di mana saja, kapan saja. “Teknologi ada. Ya, supaya tidak jenuh juga,” kata dia pada Rabu (14/8/2019).

ASN bekerja dari rumah ternyata sudah diwacanakan jauh sebelum pandemi Covid-19 terjadi. Pegawai yang bekerja dari rumah atau sering kita dengar dengan Work From Home (WFH) tentunya diharapkan tetap bisa mendapat layanan perbendaharaan tanpa harus datang ke KPPN.

Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perbendaharaan juga sudah mengantisipasi wacana tersebut dengan menciptakan berbagai sistem aplikasi yang mendukung pegawai bekerja dari rumah untuk bisa memberikan layanan yang fleksibel ke satker.

Aplikasi E-Rekon merupakan salah satu aplikasi yang telah dikembangkan sebelum pandemi terjadi, dan mampu mengubah pola layanan rekonsiliasi di Seksi Verifikasi dan Akuntansi KPPN dari tatap muka menjadi tanpa tatap muka.

Adanya wabah pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia ternyata membawa sisi positif di sini, yaitu wacana yang dulu terlihat berat dilaksanakan ternyata tahun 2020 ini menjadi sesuatu yang sudah biasa diterapkan. Berbagai inovasi layanan dikembangkan dan didukung dengan teknologi informasi yang maju. Teknologi saat ini sudah memasuki era revolusi industri 4.0 bahkan sudah menuju industri 5.0.

Kementerian Keuangan dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19 telah mengatur panduan WFH dan memastikan pelaksanaan tugas dan fungsi serta layanan Kementerian Keuangan tetap berjalan secara efektif dan efisien.

Dirjen Perbendaharaan melalui SE-25/PB/2020 menegaskan bahwa untuk melaksanaan tugas dan fungsi DJPb tetap berjalan maka Pimpinan Eselon II Kantor Pusat, Kepala Kanwil dan Kepala KPPN dapat mengoptimalkan penggunaan IT. Pelaksanaan bimbingan dan konsultasi kepada satker agar memanfaatkan media seperti telepon, e-mail, video call, WhatsApp, call center, atau media komunikasi lainnya. Aplikasi Zoom saat ini menjadi media yang sering digunakan dan efektif dalam rangka konsultasi, sosialisasi maupun koordinasi lainnya melalui jalur virtual.

Pelayanan perbendaharaan khususnya penerimaan SPM di KPPN dilakukan secara online namun tetap menjaga prinsip kehati-hatian. Proses pencairan dana diatur dengan memanfaatkan sistem aplikasi yang sudah digunakan oleh satker yaitu Sistem Aplikasi Satker (SAS) dan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI).

SAKTI dari awal memang didesain untuk proses pelaksanaan anggaran secara online dan sudah terintegrasi langsung dengan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Namun aplikasi ini sementara digunakan secara terbatas pada satker-satker di bawah Kementerian Keuangan. Sedangkan SAS merupakan aplikasi yang belum terintegrasi dengan SPAN sehingga masih memerlukan pengiriman Arsip Data Komputer (ADK) untuk diproses menjadi SP2D.

SAS merupakan aplikasi yang banyak digunakan oleh satker mitra kerja KPPN di seluruh Indonesia, sehingga untuk pengiriman secara elektronik di awal pandemi masih menggunakan e-mail resmi satuan kerja dan diterima melalui e-mail resmi di KPPN. Dokumen SPM dan pendukungnya di-scan dan dikirim melalui e-mail resmi tersebut. Satuan kerja tetap diwajibkan mengirimkan hardcopy SPM dan pendukungnya ke KPPN mitra kerjanya.

Pengaturan pemrosesan ADK SPM melalui email yang diatur sebelumnya disempurnakan dengan terbitnya SE-31/PB/2020 tentang Mekanisme Pengiriman Dokumen Tagihan Secara Elektronik Pada Masa Keadaan Darurat Corona Virus Desease 2019 (COVID-19). Satker mulai tanggal 27 April 2020 dapat mengajukan SPM melalui Aplikasi eSPM tanpa melalui email lagi. Mulai dari sini terjadi pergeseran metode pelayanan dari tatap muka menjadi layanan tanpa tatap muka dan diterapkan di seluruh KPPN. Diperlukan tenaga ekstra bagi pegawai KPPN dalam memberikan layanan baru ini di tengah pandemi yang entah sampai kapan akan berakhir.

Dari sisi satker sebagai penerima layanan dapat dilihat dampak positif yang terjadi, di antaranya satker tidak perlu lagi pergi ke KPPN untuk pengajuan SPM sehingga akan menghemat dari segi waktu dan biaya. Satker tidak memerlukan lagi sistem antrian dan bisa lebih fleksibel menyampaikan data SPM ke KPPN. Ketika terjadi penolakan SPM maka satker bisa dilihat melalui aplikasi apa penyebab data tersebut tertolak. Konsultasi permasalahan bisa dilakukan melalui media online yang tersedia.

Kendala yang sering dihadapi satker adalah terkait jaringan komunikasi data terutama satker-satker di wilayah remote area sehingga menghambat proses pelayanan atau bila ada hal yang harus dikonfirmasi ulang. Permasalahan teknis yang sebelumnya bisa di pecahkan saat itu juga di KPPN melalui Customer Service Officer (CSO), dengan tidak adanya tatap muka sering permasalahan teknis terkadang membutuhkan waktu lama untuk penyelesaiannya.

Perubahan signifikan yang terjadi pada KPPN diantaranya pada perubahan jam layanan. Pelayanan penerimaan SPM sebelum masa pandemi dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00 waktu setempat. KPPN baru akan memproses setelah petugas pengantar SPM datang dengan membawa ADK dan bukti dukungnya. SPM yang diproses sampai jam 13.30 maka SP2D yang diterbitkan adalah tanggal berkenaan. SPM yang diterima lewat dari batas waktu maka akan diberi tanggal hari berikutnya.

Pada layanan tanpa tatap muka dengan mempedomani ND-589/PB/2020 maka penerimaan SPM dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 17.00. Satker melakukan upload ADK SPM beserta lampirannya melalui aplikasi eSPM mulai pukul 07.30 sampai dengan 17.00. Jika sebelumnya petugas FO baru memproses setelah satker datang, maka saat ini pegawai KPPN mulai bekerja lebih awal karena harus melakukan unduh ADK dan dokumen softcopy untuk kemudian diverifikasi lebih dulu. Untuk KPPN wilayah Timur bahkan sering memproses ADK sebelum jam kerja agar data bisa di proses tepat waktu. Pegawai KPPN sering harus lembur malam untuk memproses ADK yang sudah masuk sampai pukul 17.00 yang belum bisa diselesaikan di hari berkenaan.

Masih adanya kewajiban satker mengirim dokumen hardcopy SPM dan pendukungnya menjadi masalah tersendiri karena akan menambah pekerjaan tambahan bagi KPPN. Perlu ada penyempurnaan lagi agar kewajiban tersebut bisa dikurangi ataupun dihilangkan ke depannya. Kondisi saat ini dokumen tersebut masih menumpuk dan belum ada tindakan lebih lanjut oleh KPPN selain mengarsipkan.

Pegawai pada seksi pencairan dana dan seksi bank di KPPN yang paling terdampak dengan pola baru ini. Dibutuhkan tenaga yang lebih ekstra karena dengan pengiriman elektronik maka ada tambahan pekerjaan yang harus dilakukan yaitu proses unduh ADK SPM dan dokumen pendukungnya yang nantinya akan diverifikasi manual dulu baru dilanjutkan ke proses konversi.

Penerapan kebijakan FWH tidak berlaku bagi pegawai pada seksi pencairan dana dan seksi bank, dikarenakan proses SPM menjadi SP2D harus dilakukan di kantor. Bahkan di beberapa KPPN kebijakan WFH ini tidak diterapkan sesuai porsi yang telah diatur untuk menjaga sinergi dan solidaritas dalam pelayanan.

Layanan online ini juga berdampak pada beberapa fasilitas layanan yang tersedia di Front Office KPPN. Penggunaan mesin antrian, fasilitas bermain anak-anak, laktasi, mini TLC bahkan ada layanan IT yang sudah diciptakan seperti antrian online menjadi tidak berfungsi. Apabila layanan tatap muka menjadi tidak ada lagi maka standarisasi ruang pelayanan perlu disesuaikan. Ruangan khusus untuk tempat konsultasi maupun sosialisasi virtual menjadi sangat dibutuhkan saat ini.

Melihat perkembangan teknologi yang semakin pesat maka layanan tanpa tatap muka yang ada saat ini sudah cukup efektif namun masih perlu disempurnakan. Perluasan penggunaan digital signature menjadi penting untuk menggantikan dokumen-dokumen hardcopy yang masih dikirimkan. Layanan tatap muka di KPPN kalaupun diperlukan hanyalah untuk konsultasi terkait perbendaharaan atau untuk membantu satker bila menemukan kendala yang bersifat teknis.

Perlu disediakan satu ruangan khusus training yang dilengkapi dengan fasilitas teknologi informasi dan audio visual yang memadai untuk memberikan layanan konsultasi baik secara langsung maupun daring.

Layanan KPPN ke depan bisa dikhususkan untuk Customer Care-nya mitra kerja KPPN dalam rangka konsultasi dan edukasi perbendaharaan.(***)

Disclaimer:
Tulisan ini adalah opini pribadi dari penulis dan tidak mewakili institusi.

Previous articleWalau Tak Bisa Melihat, Mama di Yamor Ini Nekat Menari Sambut Kedatangan Fredi Thie
Next articleSudah 67 Persen Lembaga Keagamaan Teluk Bintuni Lapor Bantuan Bapok Tahap I