Sekira 10 orang yang gugur dalam seleksi calon anggota Majelis Rakyat Papua-Papua Barat (MRP-PB) menggugat Mendagri dan Gubernur Papua Barat terkait SK penetapan anggota MRP-PB 2017-2022.
Gugatan itu terdaftar di PTUN Jayapura pada 14 Desember 2017 sekira pukul 10.30 WIT, dengan nomor register 40/6/G/2017 PTUN Jayapura
Ketua tim penggugat, Yafet F Wainarisi, mengatakan pihaknya keberatan atas SK Gubernur nomor 224.9, 224.8 dan 160, serta SK Mendagri nomor 161 tentang penetapan MRP PB yang mengakibatkan 10 orang anggota MRP tersingkir.
Menurutnya, sesuai aturan, ketika calon merasa dirugikan, calon tersebut berhak mengajukan keberatan sebelum 14 hari setelah diumumkan.
“Itu sudah kami lakukan. Setelah surat masuk 14 hari, kami menunggu jawaban Gubernur dan Menteri selama 14 hari. Namun, sampai 12 Desember, batas akhir 14 hari itu lewat, belum ada jawaban. Sehingga, kami melakukan gugatan ke PTUN,” tegasnya, Minggu (17/12).
Dalam gugatan itu tergugat 1 adalah Mendagri dan tergugat 2 adalah Gubernur.
“Saya minta proses persidangan nanti, pihak-pihak yang membuat terbitnya SK itu harus hadir,” tuturnya.
Dia lalu mengatakan sidang perdana akan berlangsung di Jayapura pada 8 Januari 2018 mendatang.
“PTUN sudah informasikan bahwa saat sidang perdana mulai, mereka akan menyurat ke MRP-PB untuk menghentikan aktivitas sampai mendapat hukum tetap,” ungkapnya.
Untuk materi gugatan, Yafet mengatakan terkait nomor urut, anggota yang pindah kamar, yakni seleksi di agama namun lulus di adat, dan ada yang tidak ikut proses tes dari administrasi sampai psikotes, tapi masuk di wawancara dan makalah, lalu kemudian lulus.
“Ini ada apa?
Ada yang nyatanya jatuh di psikotes tapi masuk lagi, dan sekarang lolos jadi anggota,” bebernya.
“Tidak ada alasan yang jelas untuk kita 10 orang digeser. Kita akan buktikan di pengadilan. Bukti kita lengkap, kita tidak mungkin menggugat kalau kita tidak ada bukti,” tandasnya.(njo)