Masyarakat adat suku besar Mpur berencana akan menggelar Muyawarah Adat Suku Besar Mpur pada 21-23 April 2022 di Distrik Kebar, Kabupaten Tambrauw, setelah sempat tertunda akibat pandemi Covid-19.
Menurut Steering Committee, Melianus Ajoi SE MSi, musyawarah ini diproyeksikan diikuti 10 orang perwakilan dari tiap kampung.
“Musyawarah adat jangan dilihat sebagai peristiwa politik, tapi murni pelestarian budaya, pelestarian tanah, laut, dan manusia Mpur sendiri. Makanya temanya masyarakat Mpur dari mana, sedang apa, dan mau ke mana,” jelas Melianus Anjoi,
Musyawarah adat digelar karena masyarakat suku Mpur belum pernah lakukan musyawarah adat besar yang mengumpulkan seluruh rumpun marga untuk duduk bersama dan membahas berbagai hal terkait suku Mpur.
Selain itu, juga karena tidak banyak masyarakat adat Mpur yang dilibatkan sebagai subjek pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam, di mana selama ini mereka hanya jadi objek.
“Sudah banyak contoh masyarakat adat terkena dampak pembangunan yang kurang melibatkan mereka. Akibatnya banyak kasus penolakan investasi, tambang, kelapa, sawit karena masyarakat tidak terlibat secara baik dalam proses ini,” tutur Melianus Anjoi.
Suku besar Mpur kebanyakan bermukim di kawasan kepala burung, lembah Kebar dan pesisir Amberbaken, yang berbatasan dengan berbagai suku lainnya.
Musyawarah adat ini juga akan memilih Ketua Suku Besar Mpur baru, karena kepala suku besar yang lama telah meninggal.
Musyawarah adat yang akan diisi dengan pergelaran budaya ini diharapkan bisa dibuka Kepala Suku Besar Arfak keturunan Lodewijk Mandatjan, yang juga Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan.
Musyawarah adat juga direncanakan akan mengundang Pangdam XVIII Kasuari, Kapolda Papua Barat, akademisi, dan sejumlah tokoh lainnya sebagai narasumber.(an/dixie)