Hasil evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit di Papua Barat menunjukkan mayoritas perusahaan belum beroperasi, lantaran perizinan yang diperoleh perusahaan-perusahaan tersebut masih belum lengkap dan belum melakukan penanaman.
Dengan demikian, dari sejumlah perusahaan tersebut, terdapat wilayah-wilayah konsesi yang secara legal berpotensi untuk dicabut perizinannya.
Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, dalam siaran pers bersama Pemprov Papua Barat dan KPK yang diterima papuakini, Rabu (25/02/2021).
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah Provinsi Papua Barat, dengan dukungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melakukan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit secara intensif, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan sejak Juli 2018.
Evaluasi dilakukan pada 24 perusahaan pemegang izin yang memiliki total luas wilayah konsesi 576.090,84 hektare.
Pencabutan izin ini bisa dilakukan karena sejumlah perusahaan tersebut melakukan pelanggaran kewajiban berdasarkan perizinan yang diperoleh, khususnya Izin Usaha Perkebunan.
Selain itu, sejumlah perusahaan tersebut juga belum melakukan pembukaan lahan dan penanaman sama sekali, sehingga terbuka kesempatan untuk dapat menyelamatkan tutupan hutan di Tanah Papua.
KPK menekankan jangan sampai di balik pelanggaran kewajiban tersebut ada unsur tindak pidana korupsi, dan pemberi izin melakukan pembiaran dan tidak menegakkan sanksi sebagaimana seharusnya.
Tim evaluasi lalu menyampaikan rekomendasi kepada para bupati sebagai pemberi izin, dan juga rekomendasi perbaikan tata kelola perizinan perkebunan kelapa sawit ke kementerian/lembaga terkait.(***)