Tarian Cakalele Maluku dipertontonkan di hadapan umum dalam pawai budaya Maluku dan makan patita sepanjang jalan Suapen hingga ke Jalan Pahlawan, tepatnya di halaman Kantor Kejati Papua Barat, Sabtu (8/2/2020).
Para penontoton yang menyaksikan tarian itu dibuat merinding dengan atraksi 40 penari yang kebal dengan alat tajam.
Mereka tidak menggunakan replika parang, melainkan parang asli yang diasah tajam. Parang itu menari disekelilingi badan mereka tanpa menimbulkan luka serius.
Saat ditusukkan ke tubuh mereka parang itu bengkok. Bahkan, parang juga bisa bengkok saat ditekan dengan tumpuan mata sang penari.
Ketua Soa Siahaya di Hulaliu, Yoppy Siahaya yang dikonfirmasi usai atraksi mengatakan atraksi itu tidak sembarangan dilakukan kecuali dalam momen penting seperti acara pawai budaya itu.
“Kita menunjukan bahwa tarian kita ini beda dengan tarian-tarian lain. Artinya, ada kekebalan tubuh yang kami pentaskan di bumi Papua ini dalam atraksi ini,” ujarnya.
Tarian ini menggambarkan bahwa dulu di jaman Portugis dan Belanda, kekebalan tubuh mereka ada seperti di kampung Hulaliu. Kini tarian ini hanya digunakan saat acara acara resmi seperti saat ini.
Sementara itu, sesepuh Maluku, Ishak Halatu mengatakan, warga Maluku sudah mempersiapkan pawai sedemikian rupa untuk memeriahkan Hari Budaya Papua Barat yang biasanya dilakukan 1 hari setelah perayaan HUT PI. Namun, mereka inisiatif menyelenggarakan itu lantaran tahun ini tidak ada pawai budaya yang dimaksud.
“Warga Maluku khususnya di Manokwari mendukung supaya hari seni budaya di Tanah Papua terus digemakan.
Selain tari cakalele dari Hulaliu, ada tarian lain dari keluarga Maluku juga, seperti tari Maku Maku dari Amasoa, kemudian tarian lain termasuk dari Papua,” ujarnya.(njo)