Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Persampahan Kabupaten Kaimana memproduksi pupuk kompos di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kilo 5 Kaimana, Papua Barat.
Tak hanya itu, di areal ini mereka juga menanam beberapa jenis sayur yang dirawat menggunakan pupuk kompos buatan sendiri.
Binsar Sitanggang, Kepala UPTD Persampahan Kaimana mengatakan produksi pupuk kompos yang mereka lakukan menggunakan bahan baku sayur dan buah sisa yang dibuang.
Selain itu, ada pula penggunaan kotoran burung walet, kotoran sapi, kotoran kambing dan kotoran ayam yang dikumpulkan di beberapa titik. Ada juga yang diambil langsung dari peternak.
“Kalau untuk sampah sayur dan buah, kami peroleh dari sampah rumah tangga, tetapi lebih banyak dari sisa jualan di pasar,” katanya pada papuakini, 29 Juni 2024.
Produksi pupuk biasanya dilakukan dua Mlminggu sekali. Tiap produksi menghasilkan 150-200 kg pupuk, tergantung ketersediaan bahan baku.
Jika bahan baku mendukung, maka unit yang dipimpinnya itu berencana untuk memproduksi pupuk kompos dalam jumlah banyak untuk kemudian dijual ke petani.
Dia menyatakan pupuk yang diproduksi saat ini hanya untuk kebun mereka yang ada di areal TPA. Di kebun ini ada beberapa jenis sayur yang ditanam seperti kangkung cabut, kacang panjang, bayam, cabai, dan tomat.
“Kemarin merupakan panen perdana untuk sayur kangkung. Di panen perdana ini kami dapat 37 ikat dan langsung di jual dengan harga 10 ribu per ikat,” terangnya.
Dia berharap usaha ini dapat berkembang dan menjadi contoh bagi daerah lain. Bahwa di areal TPA yang selalu identik dengan aroma tak sedap justru diubah menjadi tempat yang ramah lingkungan dan dapat menghasilkan nilai ekonomis.
“Saya sudah minta ke anak-anak untuk buka rekening bank. Nanti semua hasil penjualan yang diperoleh akan disimpan di bank,” katanya.
Uang tersebut hanya bisa dicairkan setiap enam bulan. Jika nantinya ada yang memiliki kebutuhan mendesak, maka dapat dipinjamkan tapi tidak ada bunga.
“Jadi uang ini dihasilkan, dikelola dan dipergunakan sendiri oleh anak-anak. Kalau ada yang misalnya sakit atau butuh uang sekolah anak, maka bisa pinjam tapi tidak ada bunga,” akunya.
Dia berharap ke depan ada kerjasama antar stakeholder terkait, misalnya dengan Dinas Pertanian, agar ke depan tidak perlu lagi mendatangkan pupuk kompos dari luar untuk para petani di Kaimana.
“Kalau kerjasama itu ada, maka nanti tinggal kita sesuaikan dengan permintaan mereka. Misalnya berapa besar jumlah atau takaran yang dinginkan untuk memproduksi pupuk kompos,” tutupnya. (yos)